- Back to Home »
- History »
- "Kota Pariaman" Tujuan Wisata Budaya Islami
Posted by : Unknown
Selasa, 04 November 2014
Pariaman di zaman lampau merupakan daerah yang cukup dikenal oleh pedagang bangsa asing semenjak tahun 1500an. Catatan tertua tentang Pariaman ditemukan oleh Tomec Pires (1446-1524), seorang pelaut Portugis yang bekerja untuk kerajaan Portugis di Asia. Ia mencatat telah ada lalu lintas perdagangan antara India dengan Pariaman, Tiku dan Barus.
Dua tiga kapal Gujarat mengunjungi Pariaman setiap tahunnya membawa kain untuk penduduk asli dibarter dengan emas, gaharu, kapur barus, lilin dan madu. Pires juga menyebutkan bahwa Pariaman telah mengadakan perdagangan kuda yang dibawa dari Batak ke Tanah Sunda.
Kemudian, datang bangsa Perancis sekitar tahun 1527 dibawah komando seorang politikus dan pengusaha yakni Jean Ango. Ia mengirim 2 kapal dagang yang dipimpin oleh dua bersaudara yakni Jean dan Raoul Parmentier. Kedua kapal ini sempat memasuki lepas pantai Pariaman dan singgah di Tiku dan Indrapura. Tapi anak buahnya merana terserang penyakit, sehingga catatan dua bersaudara ini tidak banyak ditemukan.
Tanggal 21 November 1600 untuk pertama kali bangsa Belanda singgah di Tiku dan Pariaman, yaitu 2 kapal di bawah pimpinan Paulus van Cardeen yang berlayar dari utara (Aceh dan Pasaman) dan kemudian disusul oleh kapal Belanda lainnya. Cornelis de Houtman yang sampai di Sunda Kelapa tahun 1596 juga melewati perairan Pariaman.
Tahun 1686, orang Pariaman (Pryaman seperti yang tertulis dalam catatan W. Marsden) mulai berhubungan dengan Inggris.
Sebagai daerah yang terletak di pinggir pantai, Pariaman sudah menjadi tujuan perdagangan dan rebutan bangsa asing yang melakukan pelayaran kapal laut beberapa abad silam. Pelabuhan entreport Pariaman saat itu sangat maju. Namun seiring dengan perjalanan masa pelabuhan ini semakin sepi karena salah satu penyebabnya adalah dimulainya pembangunan jalan kereta api dari Padang ke Pariaman pada tahun 1908.
Dengan lika-liku perjuangan yang amat panjang menuju kota yang definitif, Kota Pariaman akhirnya resmi berdiri sebagai Kota Otonom pada tanggal 2 Juli 2002 berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Pariaman di Sumatera Barat. Sebelumnya Kota Pariaman berstatus Kota Administratif dan menjadi bagian dari Kabupaten Padang Pariaman berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1986. Kotif Pariaman diresmikan tanggal 29 Oktober 1987 oleh Mendagri Soepardjo Roestam dengan Walikota pertama Drs. Adlis Legan. Perjuangan menuju kota administratif inipun cukup berat. Namun berkat kegigihan dan upaya Bupati Padang Pariaman saat itu, Anas Malik, Kotif Pariaman pun dapat direalisir.Letak Geografis
Secara geografis, Kabupaten Padang Pariaman memiliki luas wilayah 1.328,79 Km2 dengan panjang garis pantai 60,5 Km yang membentang hingga wilayah gugusan Bukit Barisan. Luas daratan daerah ini setara dengan 3,15 persen luas daratan wilayah Propinsi Sumatera Barat. Posisi astronomis Kabupaten Padang Pariaman terletak antara 0°11'- 3°30' Lintang Selatan dan 98°36" - 100°40' Bujur Timur, dengan keadaan iklim tropis yang sangat dipengaruhi oleh angin darat dan curah hujan mencapai rata-rata 352,72 mm/bulan sepanjang tahun 2003.
Secara administrasi Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari 17 kecamatan dan 45 Nagari. Daerah ini berbatasan dengan Kota Pariaman yang terletak di tengah Kabupaten Padang Pariaman serta berbatasan dengan; sebelah utara dengan Kabupaten Agam, sebelah selatan dengan Kota Padang, sebelah timur dengan Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar dan sebelah barat dengan Samudera Indonesia
Dua tiga kapal Gujarat mengunjungi Pariaman setiap tahunnya membawa kain untuk penduduk asli dibarter dengan emas, gaharu, kapur barus, lilin dan madu. Pires juga menyebutkan bahwa Pariaman telah mengadakan perdagangan kuda yang dibawa dari Batak ke Tanah Sunda.
Kemudian, datang bangsa Perancis sekitar tahun 1527 dibawah komando seorang politikus dan pengusaha yakni Jean Ango. Ia mengirim 2 kapal dagang yang dipimpin oleh dua bersaudara yakni Jean dan Raoul Parmentier. Kedua kapal ini sempat memasuki lepas pantai Pariaman dan singgah di Tiku dan Indrapura. Tapi anak buahnya merana terserang penyakit, sehingga catatan dua bersaudara ini tidak banyak ditemukan.
Tanggal 21 November 1600 untuk pertama kali bangsa Belanda singgah di Tiku dan Pariaman, yaitu 2 kapal di bawah pimpinan Paulus van Cardeen yang berlayar dari utara (Aceh dan Pasaman) dan kemudian disusul oleh kapal Belanda lainnya. Cornelis de Houtman yang sampai di Sunda Kelapa tahun 1596 juga melewati perairan Pariaman.
Tahun 1686, orang Pariaman (Pryaman seperti yang tertulis dalam catatan W. Marsden) mulai berhubungan dengan Inggris.
Sebagai daerah yang terletak di pinggir pantai, Pariaman sudah menjadi tujuan perdagangan dan rebutan bangsa asing yang melakukan pelayaran kapal laut beberapa abad silam. Pelabuhan entreport Pariaman saat itu sangat maju. Namun seiring dengan perjalanan masa pelabuhan ini semakin sepi karena salah satu penyebabnya adalah dimulainya pembangunan jalan kereta api dari Padang ke Pariaman pada tahun 1908.
Dengan lika-liku perjuangan yang amat panjang menuju kota yang definitif, Kota Pariaman akhirnya resmi berdiri sebagai Kota Otonom pada tanggal 2 Juli 2002 berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Pariaman di Sumatera Barat. Sebelumnya Kota Pariaman berstatus Kota Administratif dan menjadi bagian dari Kabupaten Padang Pariaman berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1986. Kotif Pariaman diresmikan tanggal 29 Oktober 1987 oleh Mendagri Soepardjo Roestam dengan Walikota pertama Drs. Adlis Legan. Perjuangan menuju kota administratif inipun cukup berat. Namun berkat kegigihan dan upaya Bupati Padang Pariaman saat itu, Anas Malik, Kotif Pariaman pun dapat direalisir.Letak Geografis
Secara geografis, Kabupaten Padang Pariaman memiliki luas wilayah 1.328,79 Km2 dengan panjang garis pantai 60,5 Km yang membentang hingga wilayah gugusan Bukit Barisan. Luas daratan daerah ini setara dengan 3,15 persen luas daratan wilayah Propinsi Sumatera Barat. Posisi astronomis Kabupaten Padang Pariaman terletak antara 0°11'- 3°30' Lintang Selatan dan 98°36" - 100°40' Bujur Timur, dengan keadaan iklim tropis yang sangat dipengaruhi oleh angin darat dan curah hujan mencapai rata-rata 352,72 mm/bulan sepanjang tahun 2003.
Secara administrasi Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari 17 kecamatan dan 45 Nagari. Daerah ini berbatasan dengan Kota Pariaman yang terletak di tengah Kabupaten Padang Pariaman serta berbatasan dengan; sebelah utara dengan Kabupaten Agam, sebelah selatan dengan Kota Padang, sebelah timur dengan Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar dan sebelah barat dengan Samudera Indonesia
WISATA PANTAI PARIAMAN
1). Pantai Gandoriah

Pantai gandoriah adalah sekitar lebih kurang 100 meter dari pusat kota Pariaman, sehingga Anda hanya perlu berjalan datang ke pantai ini, melewati dengan kereta api datang dari padang pariwisata kota di setiap hari Minggu. Hal ini menjadi wisata pantai di Kota Pariaman, pantai sepanjang samudera Indonesia, perbatasan dengan batang piaman teluk, yang merupakan pelabuhan nelayan setempat. Pasir pantai adalah gelap namun lembut, pantai slooping dengan gelombang ramah, itu bagus untuk pergi ke berenang. Di depan pantai gandoriah, ada beberapa pulau, seperti ansoduo pulau, dan itu adalah mengambil beberapa menit dengan perahu untuk datang ke pulau ini dari gandoriah pantai.
Sepanjang pantai gandoriah, ada pertumbuhan pohon cemara laut, sehingga pantai sangat bagus untuk piknik, tamasya berenang, berperahu, dan ofcourse untuk menonton matahari terbenam, dan nowdays pemerintah kabupaten Pariaman mengembangkan kawasan gandoriah pantai dengan menambahkan beberapa Fasilitas pariwisata, seperti tahap kinerja, voli pantai daerah, hadiah sudut. Dan setiap tahun di pantai ini selalu diadakan sebuah festival yang terkenal, festival tabuik.
2). Pantai Cermin


kata-kata Pariaman Pantai yang terletak di selatan Kota Pariaman, ini adalah tentang lebih kurang 1.500 meter. Untuk datang ke Anda dapat menggunakan bendi / kuda dan transportasi publik. Kata itu sendiri adalah mengacu pada nama dari dua desa tetangga, yang Karan aur desa dan Taluk desa.
Kata pantai yang bagus untuk piknik, tamasya, dan berenang, karena pantai Kata memiliki pemandangan pantai yang unik indah dengan terlindung cemara laut dan pantai ramah, dan merupakan salah satu dari obyek wisata di Kota Pariaman.

ansoduo-pulau-sebelum-gandoriah-beach Dari Pantai Gandoriah dibawa sekitar 10 sampai 15 menit dengan speedboat melaju. Kurang dari 2 mil dari pantai Pariaman, yang justru wajah pada gandoriah pantai ada empat pulau, bernama: pulau tangah / tangah pulau, pulau ujuang / ujuang pulau, pulau kasiak / kasiak pulau, dan pulau ansoduo / ansoduo pulau. Di tengah pulau ansoduo ada kuburan, dan salah satu kuburan memiliki sekitar lebih kurang 4,5 meter panjang, yang disebut kuburan Panjang / makam panjang. Cerita mengatakan, itu adalah makam Rasul tidak diketahui Allah dari arab untuk menyebarkan islam di pulau ansoduo pariaman.The memiliki pasir putih, dan pantai slooping yang baik untuk wisata sejarah, memancing, berenang, dan tamasya.

sanur-Pariaman Untuk datang ke pantai Sunur adalah tamasya jalan yang bagus, dengan jalan sempit dan tebal dari jenis vegetasi, dan rumah-rumah. Sanur Beach lebih untuk wisata kuliner daripada wisata pantai. Hal ini karena di sepanjang pantai sanur begitu banyak nasi Kedai / a bufet yang dijual masakan tertentu, itu gulai lauak capa / capa ikan kari dan nasi daun badiang / nasi bungkus dengan daun pisang yang layu untuk panas yang diambil oleh api. Ambil makan siang sambil melihat pemandangan laut depan dengan dua pulau sebelumnya, pulau tangah / tangah pulau dan pulau anso duo / anso duo pulau, dan perahu nelayan yang mendekati pantai, itu adalah momen spesial untuk memiliki.
6). Pantai Arta

MAKANAN KHAS PARIAMAN
Setiap daerah tentunya memiliki daya tarik tersendiri. Memiliki budaya yang berbeda. Bahasa, dialeg dan pandangan hidup yang tak sama. Namun keanekaragaman inilah yang membuat kita merasa saling membutuhkan. Tak luput pula kekhasan kuliner yang ada pada tiap-tiap daerah.
Pariaman tampil dengan sala lauaknya. Sudah tidak asing lagi bagi kita makanan khas orang Pariaman ini.
Sala merupakan bahasa Minang yang berarti goreng. Sedang lauak berarti ikan. Apa sala lauak itu sama dengan goreng ikan? Eits, hati-hati! Tentu bukan, karena yang akan diberikan bukan sala lauak lagi tetapi ikan yang digoreng. Lalu sala lauak itu seperti apa?
Sala lauak merupakan gorengan sebesar bola pimpong berwarna kuning kunyit. Tersusun atas tepung beras, cabe, kunyit, bawang-bawangan, garam, serta ikan asin. Rasa ikan asin yang terdapat dalam gumpalan tepung yang dibumbui inilah yang membuat 'sala' itu bernama Sala Lauak.
Kekhasan kuliner yang terdapat dalam satu daerah tampaknya akan sulit terdapat pada daerah lain. Empek-empek Palembang, misalnya. Makanan khas Pelembang ini meski dibuat dengan resap yang sama oleh masyarakat daerah lain maka akan mencitrakan rasa dan bentuk yang agak berbeda.
Begitu juga sala lauak yang terdapat di luar daerah Pariaman. Orang luar daerah yang membuatnya terkesan memberi inovasi yang berbeda dari yang aslinya. Tak perlu jauh-jauh. Untuk kota Padang saja. Kota 73,36 kilometer persegi dari kota Pariaman ini menyajikan ragam baru dari sala lauak.
Sala lauak yang ada di Padang cenderung lebih kecil. Rasa ikan asinnya tidak begitu mendominasi. Nah, begitu pula sebaliknya. Hal ini membuktikian betapa kekhasan suatu daerah tidak dapat disamakan oleh daerah lain.
Tak hanya sala lauak yang menjadi makanan khas Pariaman, tetapi masih banyak makanan lainnya. Seperti goreng kepiting, ketupat gulai paku, kacimuih, lamang sipuluik, onde-onde, lompong sagu, dan jenis makanan lainnya.
Makanan khas ini akan dengan sangat mudah kita temukan di Pariaman. Di sekitar Pantai Gandoriah saja, kita dapat menemui makanan-makanan ini. anda penasaran dengan sala lauak Rang Piaman? Yuk coba..!
2). Nasi Sek Pantai Gandoriah

Ya, keberadaan nasi sek yang banyak dijual pedagang di sekitar objek wisata Pantai Pariaman, memang menjadi fenomena tersendiri di tengah hiruk-pikuk aktivitas kepariwisataan di Pantai Pariaman. Biasanya, dari rasa penasaran itulah akhirnya banyak di antara pengunjung yang langsung memburu hidangan khas Kota Pariaman itu. Terlebih bagi mereka yang suka memanjakan seleranya akan semakin penasaran untuk mengetahui cita rasa hidanagn khas yang disajikan secara unik tersebut.
Berbeda dengan hidangan rumah makan pada umumnya, nasi sek sendiri umumnya disajikan dalam wadah lengkap dengan nasinya yang terbungkus dengan daun. Memang itulah salah satu ciri khas dari nasik sek, yang biasanya dilengkapi dengan aneka lauk pauk, mulai dari ikan bakar, ikan gulai, goreng cumi-cumi, serta tidak ketinggalan pula sala lauak yang menjadi ikon makanan tradisional Kota Pariaman.
Atau bagi Anda yang sudah tidak sabaran ingin mencoba, bisa diawali dengan dengan kudapan sala ikan, yang disajikan tersendiri. Memang itulah uniknya hidangan nasi sek Pariaman. Awalnya, istilah nasi "sek" bermakna :seratus kenyang:. Waktu itu, nasi yang lengkap dengan lauk-pauknya itu harganya hanya seratus rupiah. Murah memang. Namun seiring perkembangan zaman dan naiknya harga kebutuhan harga nasi ini memang tak mungkin lagi seratus rupiah. Meski begitu, nama nasi sek masih tetap menjadi istilah sampai sekarang. Namun tetap murah meriah bila dibanding hidangan restoran atau rumah makan pada umumnya.
Khusus untuk Kota Pariaman, kita akan menemukan para pedagang nasi sek di sekitar Pantai Pariaman. Jumlahnya mencapai puluhan. Tinggal pilih mana yang paling menerbitkan selera, karena umumnya, antara satu dengan lainnya, nyaris tidak jauh berbeda.
Selain bisa menikmati hidangan nasi sek, para pengunjung biasanya juga jarang melewatkan aneka jus yang disediakan pedagang sebagai pelengkap dan melepas dahaga, yaitu minuman es kelapa muda. Ya, bagi pengunjung yang datang ke Pantai Pariaman, biasanya akan dengan mudah menikmati minuman jus kelapa muda, tinggal tunjuk, atau pesan langsung, Biasanya tidak lama kemudian pelayan akan langsung mengantarkan pesananan anda.
Setiap nasi sek yang dijual pedagang bercirikan nasi yang terbungkus dengan daun. Hal ini sudah berlangsung secara turun temurun dari generasi ke generasi. Bahkan, tidak hanya sekadar pelengkap, nasi terbungkus daun pisang yang disajikan pedagang nasi sek itu juga bisa menambah aroma nasi yang disajikan. Di sisi lain fenomena nasi sek yang dijual pedagang di sekitar Pantai Pariaman, memang mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung untuk berwisata ke Pantai Pariaman.
Tidak hanya pasirnya yang landai, keramahtamahan penduduknya seolah mampu menjadi magnet yang kuat untuk mengundang kehadiran wisatawan ke daerah ini. Belum lagi, puluhan pedagang yang menjual berbagai makanan khas Pariaman, mulai dari sala lauak, sala ikan, udang bakar dan aneka gorengan serta minuman lainnya, juga mampu memberikan menu tersendiri bagi para pecinta kuliner yang berkunjung ke tempat ini.
Tidak diragukan lagi, bila berkunjung ke Pantai Pariaman, memang rasanya tidak lengkap bila belum menikmati berbagai makanan khas yang banyak di jual pedagang di kawasan ini. Soal harga, Anda tidak perlu terlalu pusing, karena harga yang ditawarkan juga terbilang tidak terlalu mahal.
3).Bika Pariaman

4). Ladu atau Arai Pinang

WISATA RELIGIUS
Wisata Religius ke Makam Syekh Burhanuddin
Diyakini, bila berkunjung ke makam tersebut selama 7 kali tak ubahnya seperti naik haji.
makam Syekh Burhanuddin di Padang Pariaman, Sumbar
Menjelang Ramadan, ratusan jamaah duduk tafakur di halaman depan komplek makam Syekh Burhanuddin, di Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Saat itu, matahari kian terik, ratusan orang tak henti-hentinya menanggalkan sandal dan memasuki ruang pemakaman Sekh Burhanuddin yang cukup terkenal di kota Minang itu.
Ketika VIVAnews.com, Senin 9 Agustus 2010, menyempatkan diri berkunjung ke makam ulama besar Minang ini, terlihat desain bangunan areal makam ini cukup unik bercirikan arsitektur masjid pada abad ke-16.
Arsitektur Minang terasa kental dengan ciri atap gonjong (runcing) mendominasi bagian atap bangunan makam. Namun, sentuhan arsitektur Jepang juga terasa di bagian atap bangunan yang memiliki atap tumpang persegi dipadu atap gonjong.
Menjelang Ramadan ini, makam Syekh Burhanuddin ramai dikunjungi peziarah penganut tarekat Islam Sattariyah di Sumatera Barat. Lokasi makam ulama ini tidak pernah sepi dari peziarah.
Makam Syekh Burhanuddin ini berdiri di areal yang luasnya diperkirakan sekitar satu hektare persegi. Makam ini berada tepat di kawasan pasar Ulakan yang ramai dikunjungi warga setempat.
Selain menjadi lokasi untuk memanjatkan doa bagi penganut tarekat Sattariyah, areal makam Syekh Burhanuddin merupakan tempat wisata religius bagi penganut Islam. Saat memasuki areal makam, sejumlah panganan khas daerah menghiasi jalan masuk areal makam.
Para pedagang yang berjejer di jalan masuk menuju areal makam didominasi pedagang buku-buku Islam serta kemenyan dan batu giok. Mereka juga menawarkan Quran kecil yang diyakini mampu melindungi pembelinya dari bala.
Di makam ini, peziarah memanjatkan doa-doa keselamatan hidup di dunia. "Banyak yang datang ke sini untuk memanjatkan doa agar mendapatkan rezeki (anak)," ujar Umayah (65) pedagang makanan ringan di areal makam.
Peziarah meyakini, areal makam Syekh Burhanuddin merupakan salah satu lokasi keramat di mana doa-doa akan terkabul. Bahkan, di kalangan masyarakat awam dipercaya, mengunjungi makam sealama tujuh kali tak ubahnya seperti menunaikan ibadah haji.
Namun, hal itu dibantah Guru besar Ilmu Taswuf Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang Prof Duski Samad, bahwa paham seperti itu sesat. "Ini tidak benar dan terkesan menyesatkan. Ulama perlu meluruskan ini, karena terjadi distorsi di tengah ummat," ujar Duski Samad.
Karena itu, diimbau agar dinas pariwisata setempat untuk memberikan panduan yang jelas bagi peziarah. "Ziarah boleh dengan tidak mengagungkan makam. Cara-cara ini yang perlu diperhatikan pemerintah untuk menghindari ummat berbuat sesat," katanya.
Seperti diketahui, Syekh Burhanuddin merupakan ulama penyebar Islam di Minangkabau pada abad ke-17. Ulama besar ini memiliki pengetahuan yang mendalam tentang Islam dan diyakini memiliki kekuatan supranatural.
Tak hanya menjelang Ramadan, makamnya juga sangat ramai dikunjungi peziarah jika masuk bulan Syafar bertepatan dengan meninggalnya ulama besar ini. Masyarakat setempat menyebut tradisi tersebut dengan istilah 'basyafar'.
Menurut Ali Imran Tuanku Radhi, juru kunci makam, basyafar merupakan rangkaian ibadah yang dilakukan untuk mengagungkan pencipta. Ritual ini juga menyempatkan untuk membuka kembali peninggalan syekh Al-Quran yang terbungkus kulit mayang.
Kebudayaan Pariaman

Setelah perjanjian London 17 Maret tahun 1829, Bengkulu dikuasai oleh Belanda dan Inggris menguasai Singapura. Hal itu menyebabkan pasukan Islam Thamil Bengkulu akhirnya menyebar, diantaranya ada yang sampai ke Pariaman.
Bagindo Zamzami, salah seorang perantau Pariaman yang menetap di Sulawesi Selatan, kepada minangkabauonline, belum lama ini, memaparkan, di Pariaman tradisi merayakan Tabuik tetap diadakan dengan mengelar ritual kisah kematian tragis Hasan dan Hosein cucu dari Nabi Muhammad. SAW dalam perang karbala. Sejak itulah perayaan Tabuik mulai membudaya dan terus digelar hingga menjadi budaya masyarakat Pariaman.
Adapun sakral dari prosesi Tabuik Pariaman, pada dasarnya untuk memperingati peristiwa Hasan dan Hosein yang mati mengenaskan atas kekejaman raja zalim.
Alkisah diriwayatkan bahwa atas kebesaran Allah SWT, secara mengejutkan jenazah Hosein diangkat ke langit dengan mengunakan bouraq. Sejenis hewan berbadan seperti kuda berkepala manusia serta mempunyai sayap lebar dengan mengusung peti jenazah pada pundaknya, berhiyas payung mahkota warna - warni. Itulah yang dinamakan Tabuik.
Selanjutnya, perkembangan ritual pesta budaya Tabuik Pariaman dalam beberapa episode lebih mengarah bagi penunjang prospek kepariwisataan.
Beberapa hari sebelum pesta Tabuik dimulai, terlebih dahulu masing - masing rumah mendirikan sebuah tempat yang dilingkari dengan bahan alami (pimpiang) empat persegi dan di dalamnya diberi tanda sebagai kiasan bercorak makam yang dinamakan Daraga. Fungsi daraga adalah sebagai pusat dan tempat alat ritual, merupakan tempat pelaksanaan maatam.
Aktivitas mengambil tanah dilakukan pada petang hari tanggal 1 Muharam. Pengambilan tanah tersebut dilakukan dengan suatu arak arakan yang dimeriahkan bebunyian gandang tasa. Mengambil tanah dilaksanakan oleh dua kelompok Tabuik yaitu kelompok Tabuik Pasa dan kelompok Tabuik Subarang.
Masing-masing kelompok mengambil tanah pada tempat (anak sungai) yang berbeda dan berlawanan arah. Tabuik Pasa berada di desa Pauah, sedangkan Tabuik Subarang berada di desa Alai Galombang yang berjarak lebih kurang 600 meter dari rumah Tabuik.
Pengambilan tanah dilakukan oleh seorang laki-laki berjubah putih, melambangkan kejujuran Hosen. Tanah itu dibawa ke daraga sebagai simbol kuburan Hosen.
Pada tanggal 5 Muharram dilaksanakan penebangan batang pisang. Ini sebuah cerminan dari ketajaman pedang yang digunakan dalam perang menuntut balas atas, kematian Hosen. Penebangan batang pisang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berpakaian silat. Batang pisang tersebut harus putus sekali pancung.
Tanggal 7 Muharam dilakukan prosesi maatam. Kegiatan ini dilakukan selesai sholat Dzuhur oleh pihak keluarga penghuni rumah Tabuik. Secara beriringan mereka berjalan mengelilingi daraga sambil membawa peralatan Tabuik seperti jari-jari, sorban, pedang sambil menangis. Sebagai pertanda kesedihan yang dalam atas kematian Hosein.
Pada tanggal yang sama ada tradisi maarak panja merupakan kegiatan tiruan membawa jari tangan Hosein yang tercincang untuk diinformasikan kepada masyarakat bukti kekejaman seorang raja yang zalim. Peristiwa itu dimeriahkan dengan hoyak Tabuik lenong, sebuah Tabuik berukuran kecil yang diletakkan diatas kepala seorang laki-laki sambil diiringi oleh gandang tasa.
Peristiwa maarak saroban dilakukan tanggal 8 muharram, bertujuan mengabarkan kepada anggota masyarakat ihwal penutup kepala Hosein yang terbunuh dalam perang karbala. Hampir serupa dengan peristiwa maarak panja, kegiatan ini juga diiringi dengan membawa miniatur Tabuik lenong dan gemuruh gandang tasa sambil bersorak sorai.
Pada dinihari tanggal 10 muharram menjelang fajar, dua bahagian Tabuik yang telah siap dibangun di pondok pembuatan Tabuik mulai disatukan menjadi Tabuik utuh. Peristiwa ini diberi nama Tabuik naik pangkat, selanjutnya seiring matahari terbit, Tabuik diarak ke jalan, dihoyak sepanjang hari tanggal 10 muharram setiap tahunnya.
Tanggal 10 Muharam dari jam 09.00 WIB, Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang disuguhkan pada pengunjung pesta Tabuik sebagai hakekat peristiwa perang karbala dalam sejarah Islam.
Acara hoyak Tabuik akan berlangsung hingga sore hari. Secara perlahan Tabuik diusung menuju pinggir pantai seiring turunnya matahari.
Tepat pukul 18.00 WIB, senja hari, tatkala sunset memancarkan sinar merah tembaga, akhirnya masing-masing Tabuik dilemparkan ke laut oleh kelompok anak nagari Pasa dan Subarang di tengah kerumunan pengunjung dari seluruh nusantara, bahkan dari mancanegara, yang hanyut oleh rasa haru. Maka selesailah prosesi pesta Tabuik yang tahun ini bakal digelar oleh Pemkab Padang Pariaman.