Archive for April 2015
Adat Pernikahan di Pariaman (Sumatera barat)

Perlu diketahui, Pariaman adalah satu dari sedikit daerah di ranah Minangkabau yang mempertahankan adat ‘membeli lelaki’ dalam pernikahan. Membeli dengan sejumlah uang ini kerap disebut ‘uang jemputan’ yang besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Adat ini hanya dianut Pariaman dan Padang, sedang di daerah lain seperti Payakumbuh, Bukittinggi, dan Solok, tak menganut adat ini. Uang jemputan ini bukanlah mahar macam pernikahan di India sana. Tapi bea yang dikeluarkan pihak perempuan untuk membawa lelaki itu tinggal di keluarga perempuan.
Sebelum menjelaskan tentang tradisi ini, perlu diketahui bagaimana orang minang memandang adat. Pada prinsipnya orang minang mengklasifikasikan adat menjadi empat macam yakni:
Adat Nan Sabana Adat (adat sebenar adat)
Sederhananya, adat nan sabana adat itu merupakan aturan pokok dan falsafah hidup orang minang yang berlaku turun temurun tanpa dipengaruhi oleh tempat dan waktu, istilahnya ialah indak lakang dek paneh, ndak lapuak dek ujan. Dalam hal ini saya mencontohkan seperti sistem materlineal dan falsafah alam takambang jadi guru (Alam yang membentang dijadikan guru) yang dipakai oleh orang minang.
Adat Nan Diadatkan (adat yang diadatkan)
Kemudian adat nan diadatkan merupakan peraturan setempat yang diputuskan secara musyawarah dan mufakat atau aturan yang berlaku disuatu nagari (negeri/daerah) tertentu.
Misalnya tata cara atau syarat-syarat pengangkatan penghulu dan tata cara perkimpoian. Sehingga adat perkimpoian antara satu daerah dengan daerah lainnya di dalam Minangkabau berbeda-beda, tata cara perkimpoian di Pariaman berbeda dengan tata cara perkimpoian di dareah lainya seperti di limapuluh kota, agam dan daerah lainnya.
Adat Nan Taradat (adat yang beradat)
Sedangkan adat nan taradat merupakan kebiasaan seorang dalam kehidupan bermasyarakat, misalanya seperti tata cara makan. Jika dahulu orang minang makan dengan tangan, maka sekarang orang minang sudah menggunakan sendok untuk makan.
Adat Istiadat
Terakhir ialah adat istiadat yang merupakan kelaziman dalam sebuah nagari atau daerah yang mengikuti situasi masyarakat.

Untuk itu, tradisi bajapuik yang merupakan sebagai transaksi perkimpoian itu termasuk kedalam kategori adat nan diadatkan.
Pada umumnya bajapuik (dijemput) merupakan tradisi yang dilakukan oleh orang minang dalam prosesi adat perkimpoian, karena dalam sistem matrilineal posisi suami (urang sumando) merupakan orang datang. Oleh karena itu, diwujudkan kedalam bentuk prosesi bajapuik dalam pernikahan.
Namun, di Pariaman prosesi ini diinterpretasikan kedalam bentuk tradisi bajapuik, yang melibatkan barang-barang yang bernilai seperti uang. Sehingga kemudian dikenal dengan uang japutan (uang jemput), agiah jalang (uang atau emas yang diberikan oleh pihak laki-laki saat pasca pernikahan) dan uang hilang (uang hilang).
Pengertian uang jemputan adalah Nilai tertentu yang akan dikembalikan kemudian kepada keluarga pengantin wanita pada saat setelah dilakukan acara pernikahan. Pihak Pengantin Pria akan mengembalikan dalam bentuk pemberian berupa emas yang nilainya setara dengan nilai yang diberikan oleh keluarga Pihak Pengantin Wanita sebelumnya kepada keluarga Pengantin Pria. Biasanya pemberian ini dilakukan oleh keluarga pengantin pria (marapulai) ketika pengantin wanita (Anak Daro) berkunjung atau Batandang ka rumah Mintuo. Bahkan pemberian itu melebih nilai yang diterima oleh pihak Marapulai sebelumnya karena ini menyangkut menyangkut gensi keluarga marapulai itu sendiri.
Secara teori tradisi bajapuik ini mengandung makna saling menghargai antara pihak perempuan dengan pihak laki-laki. Ketika laki-laki dihargai dalam bentuk uang japuik, maka sebaliknya pihak perempuan dihargai dengan uang atau emas yang dilebihkan nilainya dari uang japuik atau dinamakan dengan agiah jalang. Kabarnya, dahulu kala, pihak laki-laki akan merasa malu kepada pihak perempuan jika nilai agiah jalangnya lebih rendah dari pada nilai uang japuik yang telah mereka terima, tapi sekarang yang terjadi malah sebaliknya. Bahkan dalam perkembangnya muncul pula istilah yang disebut dengan uang hilang.
Uang hilang ini merupakan pemberian dalam bentuk uang atau barang oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki, yang sepenuhnya milik laki-laki yang tidak dapat dikembalikan.
Fakta dilapangan mencatat bahwasanya perbedaan antara uang japuik dan uang hilang semakin samar, sehingga masyarakat hanya mengenal uang hilang dalam tradisi bajapuik.
Bedakah masing-masing UANG JEMPUTAN & UANG HILANG?
Umumnya masyarakat yang awam tentang kedua istilah ini menyamakan saja antara Uang Jemputan dengan Uang Hilang. Padahal tidak semua orang Pariaman mengerti tentang masalah ini.
Pada awalnya uang jemputan ini berlaku bagi calon menantu yang hanya bergelar Sutan, Bagindo dan Sidi dimana ketiga gelar ini diwariskan menurut nasab atau garis keturunan ayah.
Dengan demikian di Pariaman berlaku 2 macam gelar, yaitu :
1. gelar dari ayah
2. gelar dari mamak (paman)
Hanya saja gelar dari Mamak, terpakai adalah gelar Datuak dan gelar Malin saja, misalnya dapat kita contohkan pada seorang tokoh minang yang berasal dari Pariaman, yaitu Bapak Harun Zein (Mantan Mentri Agraria dan Gubernur Sumbar). Beliau mendapat gelar Sidi dari ayahnya dan mendapat gelar Datuak Sinaro dari Ninik Mamaknya. Sehingga lengkaplah nama beliau berikut gelarnya Prof. Drs. Sidi Harun Alrasyid Zein Datuak Sinaro (dari persukuan Piliang).
Lantas siapakah mereka pemegang gelar yang 3 itu?
Gelar Sutan dipakaikan kepada mereka yang bernasab kepada petinggi atau bangsawan Istano Pagaruyuang yang ditugaskan sebagai wakil raja di Rantau Pasisia Piaman Laweh. konsep luhak Bapanghulu - Rantau barajo, seperti :
- Rajo Nan Tongga di Kampuang Gadang Pariaman,
- Rajo Rangkayo Basa 2×11 6 Lingkuang di Pakandangan,
- Rajo Sutan Sailan VII Koto Sungai Sariak di Ampalu,
- Rajo Rangkayo Ganto Suaro Kampuang Dalam,
- Rajo Tiku di Tiku dll
Gelar Bagindo dipakaikan kepada mereka yang bernasab kepada para Petinggi Aceh yang bertugas didaerah Pariaman. Ingatlah bahwa wilayah Pariaman & Tiku pernah dikuasai oleh kerajaan Aceh dizaman kejayaan Sultan Iskandar Muda.
Gelar Sidi diberikan kepada mereka2 yang bernasab kepada kaum ulama (syayyid), yaitu penyebar agama Islam didaerah Pariaman.
Kesimpulannya uang jemputan tidak sama dengan uang hilang. Uang jemputan memiliki kewajiban dari keluarga marapulai untuk mengembalikan kepada anak daro dalam bentuk perhiasan atau pemberian lainnya pada saat dilangsungkan acara Manjalan Karumah Mintuo.
Hal yang wajar bila ada kekhawatiran kaum ibu orang Pariaman, jika anak lelakinya yang diharapkan akan menjadi tulang punggung keluarga ibunya kemudian setelah menikah lupa dengan NASIB DAN PARASAIAN ibu dan adik-adiknya.
Banyak kasus yang terdengar walau tidak tercatat ketika telah menjadi orang Sumando dikeluarga isterinya telah lalai untuk tetap berbakti kepada orang tua dan saudara kandungnya. Ketika sang Bunda masih belum puas menikmati rezeki yang diperoleh anak lelakinya itu menjadikan para kaum ibu di Pariaman keberatan melepas anak lelakinya segera menikah. Dikawatirkan bila anak lelakinya itu cepat menikah, maka pupus harapannya menikmati hasil jerih payahnya dalam membesarkan anak lelakinya itu. Lagi pula para kaum ibu itupun sadar bahwa tanggung jawab anak lelakinya yang sudah menikah, akan beralih kepada isteri dan anaknya.
Kebudayaan Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Indonesia
1.1 Definisi Budaya
Menurut para ahli budaya memiliki
beragam pengertian. Budaya berasal dari bahasa sansekerta yakni buddhayah yang
memiliki arti segala sesuatu yang berhubungan dengan akal dan budi manusia.
Secara umum, budaya berarti cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok orang yang
diwariskan kepada generasi berikutnya. Perbedaan antara suku, agama, politik,
bahasa, pakaian, karya seni, dan bangunan akan membentuk suatu budaya.
Pengertian menurut para ahli,
- Selo soemardjan dan soelaiman sumardi
- R. Seokmono
Budaya merupakan hasil usaha manusia berupa benda
maupun hasil buah pikiran manusia selama hidupnya.
- Effat al-Syarqawi
yang mengartikan budaya berdasarkan sudut pandang
Islam, mengemukakan bahwa budaya merupakan khazanah sejarah suatu masyarakat
yang tercermin dalam kesaksian dan nilai-nilai yang menggariskan bahwa
kehidupan harus memiliki tujuan dan makna rohaniah.
1.2 Klasifikasi
Budaya
Budaya dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Budaya yang bersifat
abstrak, adalah wujud ideal dari budaya. Wujud ideal ini banyak disimpan dalam
karangan-karangan, buku-buku, disket, film arsip dan media lainnya.
2. Budaya bersifat konkret
berpola dari tindakan manusia dalam masyarakat, yang dapat dilihat, diamati,
difoto dan sebagainya. Menurut Koentjaraningrat, sifat konkret budaya dengan
sistem sosial dan fisik terdiri dari:
a. Perilaku, adalah cara
bertindak tertentu dalam siatuasi tertentu
b. Bahasa, adalah sebuah
sistem lambang yang dibunyikan dengan suara dan ditangkap dengan telinga
c. Materi, merupakan hasil
dari aktivitas perbuatan dan karya manusia didalam masyarakat.
Klasifikasi unsur budaya
dari yang terkecil hingga yang terbesar adalah:
1. Items yaitu unsur yang
paling kecil dalam budaya
2. Trait, Yaitu gabungan
dari beberapa items
3. Kompleks budaya, yaitu
gabungan dari beberapa items dan trait
4. Aktivitas budaya, yaitu
gabungan dari beberapa kompleks budaya.
Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur
budaya yang menyeluruh. Terjadinya unsur-unsur budaya melalui discovery dan
invention.
- Discovery adalah penemuan yang terjadi secara tidak langsung atau kebetulan, yang sebelumnya tidak ada.
- Invention, adalah penemuan yang disengaja untuk memperoleh hal yang baru.
1.3 Karakteristik
Budaya
Karakteristik kebudayaan
:
- Universal, terdapat di semua daerah didunia.
Contoh : upacara pernikahan dimiliki oleh setiap bangsa di seluruh
dunia meskipun dengan cara yang berbeda-beda.
- Milik bersama, dimiliki oleh sekelompok masyarakat.
Contoh : tari Seudati merupakan milik seluruh masyarakat Aceh
- Diperoleh melalui proses belajar
Contoh : kesenian wayang tidak serta merta dapat dimainkan oleh
seseorang dengan benar, melainkan perlu adanya latihan pendalangan.
- Adaptif, menyesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitar.
Contoh : rumah adat orang Kalimantan berbentuk panggung untuk
menyesuaikan daerahnya yang berupa rawa dan sering tergenang air.
- Stabil disamping dinamis, dipelihara disamping terus mengalami perubahan.
Contoh : budaya kejawen yang masih terus ada hingga saat ini
sedikit demi sedikit mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan perkembangan
jaman.
- Relative, bersifat subjektif.
Contoh : pakaian adat masyarakat Papua belum tentu dianggap baik
oleh masyarakat Jawa, begitu pula sebaliknya.
- Untuk menunjang kebutuhan
Contoh : tradisi suku laut untuk tinggal di sampan mempermudah
mereka untuk menangkap ikan untuk dikonsumsi.
- Didasarkan pada lambing
Contoh : pementasan tari Ramayana di candi
Prambanan identik dengan hasil asimilasi agama Hindu.
1.4 Pengaruh
budaya asing terhadap kepribadian bangsa
Dampak Terhadap Masuknya
Budaya Asing,
Budaya asing yang masuk ke indonesia berdampak
sangat buruk dengan nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa indonesia,
karena indonesia dengan mudah meniru budaya, perilaku, cara bergaul, dan
berpakaian sangat tidak sesuai dengan budaya indonesia.
Dampak negatif yang terlihat jelas pada
indonesia diantaranya goncangan budaya atau sering disebut dengan culture
shock, ini terjadi karena adanya anggota masyarakat yang tidak siap menerima
perubahan-perubahan akibat budaya asing yang masuk, misalnya adanya penggusuran
karena ada pembangunan gedung atau bangunan, sukarnya mencari lahan tempat
tinggal maka hal ini membuat mereka frustasi dalam menghadapi biaya hidup yang
semakin besar akhirnya mereka pun melakukan perilaku menyimpang. Selain itu
akan terjadinya pergeseran nilai budaya indonesia yag menimbulkan kebimbangan,
karena masuknya usur-unsur budaya asing yang sangat cepat dan pesat
mengakibatkan perubahan sosial yang berkesinambungan, akibatnya masyarakat yang
mengalami kebimbangan, dimana mereka tidak mempunyai pegangan menyebabkan anggota
masyarakat tidak mampu mengukur tindakannya. Kebimbangan yang dialami
masyarakat dapat mendorong perbuatan menyimpang seperti pergaulan bebas,
munculnya sifat konsumerisme.
Dampak positif diantaranya tumbuhnya indonesia
menjadi negara berkembang dan maju serta pembangunan yang semakin pesat terjadi
di kota-kota besar, perekonomian indonesia semakin maju dan berkembang.
Source :
MITOS – MITOS TENTANG IBU HAMIL DI DAERAH SUMATERA BARAT
MITOS-
MITOS YANG BERKAITAN DENGAN PRILAKU ANTARA LAIN :
1. Ibu
hamil dilarang melilikan handuk dileher, mitosnya agar anak yang dikandung nya
tidak terlilit tali pusat.
2. Jika
ibu hamil senang bersolek, Maka bayinya bakal lahir nanti berjenis kelamin
perempuaan sebaliknya jika ibu hamil tersebut malas dandan atau selama hamil
kelihatan jelek mitosnya anaknya laki-laki.
3. Saat
hamil ibu dilarang mengangkat jemuran dan jangan melakukan gerakan yang berat,
mitosnya tali pusat akan membelit dileher bayi .
4. Jika
bentuk perut selama ibu hamil meruncing, Saat Melahirkan konon katanya bayi
akan lahir laki-laki.
5. Ibu
yang hamil dilarang makan dengan piring yang besar, Agar bayi tidak membesar.
6. Wanita
hamil dan suaminya dilarang membunuh bintang, Sebab konon katanya jika itu
terjadi, Maka dapat mengakibatkan fatal seperti anaknya akan lahir cacat sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan suaminya.
7. Dilarang
menutup lubang-lubang, Seperti lubang semut karena dapat menyulitkan saat
melakukan proses persalinan.
8. Saat
hamil ibu harus memakai tali atau benang warna hitam melingkari perut diatas
rahim , mitosnya agar bayi dalam kandungan tak naik lagi letaknya, Sehingga
proses persalinan bisa bejalan lancar.
9. Ibu
hamil disarankan membawa selalu gunting kecil atau pisau kecil pada pakainan
saat perjalan jauh agar janin terhindar dari marabahaya.
10. Menyematkan
kantung kecil berisi paku atau bawang putih pada pakain dalam, mitosnya agar
terhidar gangguan setan-setan seperti kuntilanak, sinderbolong.
11. Bila
perut ibu berbentuk membulat, konon katanya anaknya perempuan.
12. Leher
ibu hamil yang menghitam atau putingnya berwarna gelap, Saat melahirkan
mitosnya anak yang lahir laki-laki.
13. Orang
hamil juga tidak boleh sering-sering tidur, biar anaknya nanti tidak malas atau
badannya jadi bengkak.
14. Orang
hamil tidak boleh diberi kata-kata kasar, tidak boleh didatangi atau mendatangi
orang yang sedang melangsungkan pernikahan, tidak boleh mengucapkan kata-kata
kasar, mencela orang cacat fisik, mencaci maki atau melihat orang menyembelih
binatang apabila binatang dalam keadaan menggelepar-gelepar saat disembelih
sebab semuanya itu akan mempengaruhi janin yang sedang dikandung.
15. Si
suami dilarang potong rambut sebagai tanda kecintaan dan kesetiaannya terhadap
istri.
16. Ibu
hamil jangan sebel atau benci terhadap seseorang secara berlebihan, mitosnya
nanti anaknya jadi mirip sama orang yang kita benci tersebut.
17. Dilarang lewat dibelakang ibu
hamil ketika bumil tersebut sedang duduk, mitosnya nanti bayinya sumbing.
MITOS-MITOS
YANG BERKAITAN DENGAN MAKANAN DAN MINUMAN :
1.
Dilarang
ibu hamil makan menggunakan sedok besar, supaya bibir si bayi mungil.
2.
Dilarang ibu hamil minum-minuman es, agar
bayinya tidak besar.
3. Jangan
makan ikan mentah, Agar bayinya tak bau amis.
4.
Ibu
sering gidam pinggi makan-makan yang masam-masam dan kita tidak memenuhi
keiginan
ibu hamil, maka bayi tersebur akan lahir gences.
5.
Jangan
makan buah srtoberi, mitosnya akan mengakibatkan bercak-bercak pada kulit bayi.
6.
Minum
susus kedelai atau makanan yang terbuat dari kacang kedelai serta minum air
kelapa muda mitosnya akan membuat bayi berkulit putih.
7.
Terlalu
sering makan jeruk akan meningkatkan lendir pada paru – paru janin dan resiko
kuning saat bayi lahir.
Makanan bagi wanita hamil, seperti
tidak dibolehkan makan daging ayam karena ayam sering berkelahi dengan
sesamanya. Hal ini mengandung makna ’katanya’ bila si ibu suka makan daging
ayam, maka akan mempengaruhi jiwa
anak yang nantinya juga akan suka berkelahi.